Menjadi anak Ilmu Perpustakaan & Informasi itu seperti hidup di dunia yang tenang tapi penuh detail. Banyak orang lihatnya simple, tapi sebenarnya isi harinya padat, teknis, dan penuh momen kecil yang nggak semua orang paham.

Hari mereka biasanya diawali dengan membuka laptop dan langsung akrab dengan sistem katalog. Entah itu SLiMS, OPAC, atau database lain yang perlu dicek apakah data koleksi sudah masuk dengan rapi. Kadang ada entri yang error, kadang barcode hilang entah ke mana, dan di situlah keterampilan analitis mereka kepakai—nyari, benerin, dan nyocokin satu per satu supaya sistem tetap teratur.

Di kelas, fokusnya bukan cuma soal buku. Mereka belajar bagaimana informasi dikelola, disimpan, diklasifikasikan, dan dicari ulang. Ada diskusi tentang perilaku pemustaka, literasi digital, manajemen arsip, sampai teknologi yang dipakai perpustakaan modern. Intinya, mereka mempelajari bagaimana cara membantu orang menemukan informasi yang tepat, secepat mungkin, dan seefisien mungkin.

Bagian yang paling khas dari keseharian ini adalah praktikum katalogisasi atau pengolahan bahan pustaka. Ini momen di mana mereka bertemu metadata, nomor klasifikasi, tajuk subjek, dan berbagai kode yang kelihatan ribet tapi justru bikin mereka merasa “di rumah”. Mereka bisa duduk lama banget cuma buat nyocokin deskripsi buku dengan standar tertentu—dan percaya atau tidak, itu satisfying banget kalau hasil katalog akhirnya rapi.

Selain itu, ada juga interaksi dengan pemustaka. Kadang mereka diminta bantuin orang cari buku yang judulnya lupa… tapi ingatnya warna sampul. Kadang ada yang minta bantuan nyari jurnal buat skripsi. Dari sini mereka belajar banyak tentang komunikasi, empati, dan cara jelasin informasi dengan jelas tanpa bikin orang bingung.

Tugas-tugas kuliah pun sering jadi bagian besar di sepanjang hari. Mulai dari analisis jurnal, bikin resensi, nyusun makalah tentang literasi informasi, sampai ngerjain proyek digitalisasi atau manajemen data. Skill “bisa cari referensi super cepat” sudah jadi refleks alami.

Di sela-sela itu, anak perpustakaan juga nggak jauh dari dunia bacaan dan informasi. Ada yang suka baca novel, ada yang suka riset hal-hal random, ada yang suka ngulik tren teknologi perpustakaan. Walaupun dibilangnya “anak buku”, sebenarnya keseharian mereka lebih banyak berkutat dengan data dan teknologi dibanding sekadar baca di sudut ruang.

Pada akhirnya, hidup sebagai mahasiswa Ilmu Perpustakaan & Informasi adalah campuran antara teknis, kreatif, dan humanis. Mereka bekerja dengan informasi, tapi untuk manusia. Mereka mengatur data, tapi juga mengatur pengalaman orang dalam menemukan pengetahuan.

Itulah “a day in the life” anak perpustakaan—sehari penuh dengan hal-hal kecil yang mungkin terlihat sederhana, tapi tanpa mereka, informasi bakal berantakan.